Saatnya Bali Bangkit! Lawan Beras Oplosan, Dukung Beras Lokal yang Sehat dan Berbudaya
Oleh: Redaksi Kabar Bali Terkini
Bali, 27 Juli 2025 – Kasus beras oplosan kembali mencuat ke permukaan dan menjadi perhatian serius publik. Praktik curang dengan mencampur berbagai jenis beras berbeda kualitas, asal, bahkan metode produksinya telah dilakukan oleh sejumlah perusahaan besar demi meraup keuntungan maksimal. Namun di balik itu, tersembunyi konsekuensi besar yang membahayakan konsumen dan merugikan petani lokal.
Ironisnya, beras oplosan ini justru menyusup ke rak-rak toko modern berjejaring dan telah dikonsumsi masyarakat luas. Merespons temuan ini, Kejaksaan Agung Republik Indonesia akan memanggil enam perusahaan produsen yang diduga terlibat dalam praktik distribusi beras yang tidak sesuai standar mutu. Hal ini dikutip dari laporan Kompas.com yang mengangkat keseriusan penanganan kasus ini.
Apa Itu Beras Oplosan dan Mengapa Berbahaya?
Beras oplosan merupakan campuran dari beberapa jenis atau kualitas beras yang kemudian dikemas ulang dan dipasarkan dengan label premium atau medium. Namun isinya tidak sesuai dengan klaim yang tertera di kemasan. Lebih berbahaya lagi, jika dalam beberapa kasus ditemukan penggunaan bahan kimia seperti klorin (pemutih), parafin, plastik, hingga pewangi buatan. Zat-zat ini berfungsi untuk mempercantik tampilan beras agar terlihat putih bersih dan menarik, padahal secara kualitas sangat rendah.
Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Sri Raharjo, M.Sc, dalam pernyataannya menjelaskan bahwa penggunaan bahan-bahan kimia tersebut bukan hanya menipu konsumen, tapi juga membahayakan kesehatan jangka panjang.
Beras Lokal Bali: Produk Asli, Rasa Asli
Berbeda jauh dari praktik beras oplosan, petani di Bali—khususnya di daerah Tabanan, Jembrana, dan Buleleng masih menjaga tradisi pertanian padi yang alami dan berkelanjutan. Varietas khas seperti Beras Merah Jatiluwih, Beras Hitam Bali, dan Beras Cendana terkenal dengan rasa khas dan kandungan gizi yang tinggi.
Bukan hanya tentang rasa, beras lokal merupakan hasil dari siklus tanam yang menjaga ekosistem, mempertahankan kesuburan tanah, dan menjunjung nilai-nilai budaya agraris. Data dari BPS Provinsi Bali menunjukkan bahwa pada tahun 2024, produksi beras mencapai 358.379 ton. Angka ini cukup signifikan untuk kebutuhan lokal, namun serbuan beras oplosan membuat pemasaran beras lokal mengalami tantangan berat di pasar.
Perang Harga: Petani Merugi, Pasar Dikuasai Produsen Besar
Beras oplosan dijual dengan harga antara Rp10.000/kg – Rp. 15.000/Kg, sedangkan jika dilihat dari informasi harga pangan di Bali terkait beras lokal Bali berada di kisaran Rp14.000 hingga Rp18.000/kg. Perbedaan harga inilah yang membuat banyak konsumen tergoda membeli beras murah tanpa memahami risiko yang tersembunyi di baliknya.
Kondisi ini sangat merugikan petani yang sudah bekerja keras menjaga kualitas dan kelestarian pertanian. Mereka kalah bersaing di pasar, sementara perusahaan besar mendominasi dengan strategi curang: mulai dari manipulasi label, takaran berat kemasan yang tidak sesuai, hingga harga palsu yang menyesatkan.
Bali Harus Ambil Sikap: Momentum Memperkuat Gerakan Beras Lokal
Sebagai daerah dengan kekayaan budaya pertanian dan sistem Subak yang diakui UNESCO, Bali memiliki potensi besar untuk menjadi model kemandirian pangan di Indonesia. Masyarakat Bali sudah menunjukkan kepedulian tinggi terhadap pangan sehat, dan ini menjadi peluang untuk memperkuat gerakan konsumsi beras lokal.
Dukungan pemerintah daerah sangat diperlukan dan telah diupayakan melalui kebijakan Pemerintah Daerah terkait penggunakan Produk Lokal Bali termasuk promosi beras lokal melalui pariwisata kuliner, dan sepertinya perlu penyediaan pasar khusus petani lokal (Pasar Tani), hingga regulasi yang melindungi produk pertanian asli Bali dari praktik perdagangan curang.
Kesimpulan
Fenomena beras oplosan tidak hanya menjadi persoalan perdagangan semata, tetapi juga menyangkut kesehatan masyarakat, moralitas bisnis, dan kedaulatan pangan bangsa. Konsumen perlu lebih bijak dalam memilih bukan hanya soal harga, tapi juga soal keamanan dan keberpihakan terhadap petani lokal. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bergerak cepat dan tegas memberantas praktik ilegal ini serta memberikan insentif dan perlindungan kepada petani yang menjaga ketahanan pangan negeri ini.
Saatnya Bali berdiri tegak untuk beras lokal: sehat, jujur, dan bermartabat.
Daftar Referensi :
- Antara News. (2023, Oktober 12). Beras organik Bali diminati wisatawan asing. https://www.antaranews.com
- Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2025, 3 Maret). Luas panen dan produksi padi di Provinsi Bali 2024 (angka tetap). Bali BPS. https://bali.bps.go.id/id/pressrelease/2025/03/03/717945/luas-panen-dan-produksi-padi-di-provinsi-bali-2024–angka-tetap-.html
- Kompas.com. (2025, Juli 24). Kasus beras oplosan, ini 6 perusahaan yang akan dipanggil Kejagung. https://nasional.kompas.com/read/2025/07/24/17341771/kasus-beras-oplosan-ini-6-perusahaan-yang-akan-dipanggil-kejagung
- Triya Andriyani. (2025, 23 Juli). Pakar UGM ungkap bahaya beras oplosan dari perspektif keamanan pangan. Universitas Gadjah Mada. https://ugm.ac.id/id/berita/pakar-ugm-ungkap-bahaya-beras-oplosan-dari-perspektif-keamanan-pangan
Post Comment