Dari Dapur ke Pura: Kiprah Perempuan Bali dalam Menjaga Kearifan Lokal
Bali, 31 Mei 2025 – Perempuan Bali memiliki peran sentral dalam menjaga kesinambungan adat, budaya, dan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun. Dalam masyarakat Hindu-Bali yang sangat kental dengan nilai-nilai spiritual dan adat istiadat, perempuan tidak hanya dilihat sebagai sosok domestik dalam lingkup keluarga, tetapi juga sebagai pelaku utama dalam praktik budaya dan religius. Keterlibatan mereka terlihat nyata dalam setiap upacara adat dan keagamaan. Mereka bertanggung jawab penuh dalam menyiapkan sesajen atau banten, yang menjadi unsur utama dalam berbagai upacara. Pembuatan sesajen bukan sekadar keterampilan teknis, melainkan mencerminkan pemahaman mendalam terhadap filosofi dan struktur spiritual yang menyertainya (Ardika, 2019).
Di dalam rumah tangga, perempuan Bali berperan penting dalam mentransmisikan nilai-nilai budaya kepada anak-anak. Mereka mengajarkan bahasa halus, tata krama, serta mengarahkan anak-anak untuk memahami siklus hidup adat melalui berbagai upacara seperti otonan dan metatah. Dalam konteks ini, perempuan bertindak sebagai pendidik pertama yang membentuk karakter budaya anak sejak dini (Geertz, 1973). Peran tersebut juga tercermin dalam keterlibatan mereka di bidang seni dan tradisi. Perempuan Bali banyak tampil dalam seni tari sakral seperti Rejang Dewa dan Pendet, serta aktif dalam kerajinan seperti tenun endek dan songket. Mereka tidak hanya menjaga kelangsungan seni tersebut, tetapi juga menciptakan inovasi agar seni tradisional tetap hidup di tengah arus zaman (Suryani & Jensen, 1993).
Tak hanya dalam lingkup keluarga, perempuan Bali juga menunjukkan peran aktif dalam komunitas adat melalui organisasi seperti PKK, kelompok Dharma Wacana, dan sekaa seni. Mereka menjalankan tugas-tugas komunal dengan dedikasi tinggi, membuktikan bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam pembangunan sosial budaya di tingkat akar rumput (Raverty, 2016). Namun, di tengah modernisasi dan tuntutan ekonomi, perempuan Bali kini menghadapi tantangan ganda. Banyak dari mereka yang harus menjalankan peran tradisional di tengah kesibukan bekerja di sektor formal. Meski demikian, generasi perempuan Bali masa kini banyak yang justru menggunakan ruang-ruang baru—seperti media sosial dan festival budaya—untuk memperkuat identitas budaya mereka secara kreatif dan kontekstual (Putra & Djelantik, 2021).
Secara keseluruhan, perempuan Bali adalah pilar penting dalam pelestarian budaya. Mereka hadir sebagai penjaga nilai, pelaku budaya, dan pendidik generasi. Di balik kehidupan spiritual dan adat Bali yang begitu kaya, terdapat kontribusi besar dari tangan-tangan perempuan yang bekerja dengan penuh ketulusan dan dedikasi. Untuk itu, sudah semestinya peran mereka mendapat pengakuan lebih luas dan dijadikan dasar dalam setiap upaya pelestarian budaya Bali secara berkelanjutan. (Redaksi)
Daftar Referensi:
- Ardika, I. W. (2019). Ritual dan Tradisi Bali: Perspektif Arkeologi dan Budaya. Denpasar: Udayana University Press.
- Geertz, C. (1973). The Interpretation of Cultures. New York: Basic Books.
- Putra, I. D. G., & Djelantik, S. (2021). Women’s Agency in Balinese Cultural Preservation in the Digital Era. Journal of Southeast Asian Cultural Studies, 13(2), 56–70.
- Raverty, A. (2016). The Changing Role of Women in Balinese Society. Asian Journal of Social Science, 44(1), 77–95.
- Suryani, L. K., & Jensen, G. D. (1993). The Balinese People: A Reinvestigation of Character. Oxford: Oxford University Press.
Post Comment