Ketika Kritik Menggema, Matur Suksma Terlupa: Menata Ulang Paradigma Masyarakat terhadap Kinerja Pemerintah
Bali, 26 Juli 2025 – Di banyak sudut negeri ini, kita sering menyaksikan keluhan masyarakat ketika jalan berlubang, jembatan mulai keropos, atau fasilitas umum tidak layak pakai. Kritik pun bermunculan, baik di warung kopi, media sosial, hingga dalam diskusi publik. Pemerintah dianggap lambat, tidak tanggap, bahkan tak peduli. Ini adalah hak masyarakat, sebagai bagian dari kontrol sosial dalam sistem demokrasi.
Namun, ada satu hal yang kerap terlupa dalam dinamika tersebut: apresiasi.
Ketika jalan yang rusak sudah mulus kembali, ketika jembatan selesai diperbaiki, atau taman kota yang dulu terbengkalai kini asri kembali, suara masyarakat perlahan senyap. Tidak ada lagi unggahan yang viral, tidak ada komentar positif yang ramai. Padahal, satu kalimat sederhana seperti “Terima kasih, Pemerintah,” bisa menjadi bentuk penghargaan yang berdampak besar bagi mereka yang telah bekerja mewujudkannya.
Masyarakat punya hak penuh untuk mengkritik. Kritik yang konstruktif sangat diperlukan untuk membangun negeri. Tapi, di sisi lain, menghargai kerja nyata juga adalah bagian dari etika sosial. Pemerintah bukanlah mesin sempurna. Di balik setiap perbaikan infrastruktur, ada perencanaan, penganggaran, dan tenaga lapangan yang bekerja siang malam.
Ketika sebuah jalan diperbaiki, itu bukan keajaiban semalam. Itu adalah hasil dari proses panjang, yang seharusnya dan setidaknya mendapat satu kalimat apresiasi.
Bayangkan jika setiap masyarakat yang terbantu oleh pembangunan atau perbaikan fasilitas umum meluangkan waktu satu menit untuk berkata “Terima kasih.” Bukan karena pemerintah haus pujian, tapi karena apresiasi adalah cerminan kedewasaan bernegara. Ia mengajarkan empati, keadilan dalam menilai, serta memberi energi positif untuk roda pemerintahan yang terus bergerak.
Apresiasi juga mendorong akuntabilitas. Ketika masyarakat memberi penghargaan atas kinerja baik, secara tidak langsung mereka menetapkan standar. Ini akan memotivasi pemerintah untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas layanan publik.
Sudah saatnya kita menata ulang paradigma. Bahwa negara bukan sekadar tempat menuntut, tapi juga ruang untuk bekerja sama. Ketika kita bisa seimbang antara mengkritik dan mengapresiasi, saat itulah tercipta harmoni antara pemerintah dan rakyat. Dan harmoni adalah kunci dari pembangunan yang berkelanjutan.
Maka, ketika jalan rusak, sampaikan kritik. Tapi ketika jalan sudah diperbaiki, jangan lupa, ucapkan terima kasih atau Matur Suksma.
Ditulis oleh : Redaksi Kabar Bali Terkini
Post Comment