Wamenkomdig Dorong Penguatan Infrastruktur, Talenta, dan Tata Kelola Digital untuk Ekonomi Kreatif Nasional
Denpasar – Penguatan infrastruktur digital, pengembangan talenta kreatif, dan tata kelola teknologi yang etis menjadi tiga fondasi utama dalam membangun ekosistem ekonomi digital dan kreatif Indonesia yang inklusif dan berdaya saing global. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdig) Nezar Patria saat memberikan Keynote Speech dalam Forum Group Discussion (FGD) Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Digital di Primakara University, Denpasar, Bali, Jumat (31/10).
Nezar menegaskan, pemerintah berkomitmen memperkuat tiga pilar strategis tersebut sebagai arah kebijakan pembangunan ekonomi digital nasional.
“Pemerintah berkomitmen memperkuat infrastruktur yang merata dan berkualitas, pengembangan talenta digital kreatif dan kompeten, serta tata kelola yang berlandaskan etika teknologi. Ketiga aspek ini menjadi kunci agar ekonomi digital dan kreatif Indonesia tumbuh secara berkelanjutan dan inklusif,” ujar Nezar.
Dalam kunjungan tersebut, Nezar juga mengapresiasi inovasi mahasiswa Primakara University yang menampilkan berbagai karya aplikasi dan gim dengan ide segar serta visual yang menarik. Ia menilai, kreativitas anak muda Indonesia merupakan potensi besar dalam mendorong ekonomi kreatif berbasis teknologi digital.
“Saya terkesan dengan kreativitas mahasiswa di sini. Karya mereka membuktikan bahwa anak muda Indonesia memiliki potensi besar untuk bersaing di tingkat global dan memperkuat posisi ekonomi kreatif nasional,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Nezar memaparkan bahwa sektor ekonomi kreatif kini berkontribusi lebih dari Rp1.500 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap lebih dari 24 juta tenaga kerja. Capaian ini menunjukkan kekuatan ekonomi kreatif sebagai motor pertumbuhan ekonomi baru yang didukung transformasi digital di berbagai daerah.
“Sektor ekonomi kreatif adalah kekuatan riil yang terus tumbuh. Transformasi digital menjadi enabler bagi percepatan pertumbuhannya,” jelas Nezar.
Dalam paparannya, Nezar juga menyoroti peran kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI) yang dinilai mampu memperkuat produktivitas dan kreativitas pelaku ekonomi kreatif. Namun, ia mengingatkan bahwa adopsi AI masih menghadapi tantangan, seperti biaya tinggi, kompleksitas teknis, dan ketidakpastian regulasi hak cipta.
“Adopsi AI masih terbatas karena biaya yang tinggi dan belum adanya kejelasan regulasi. Di sisi lain, teknologi ini juga menimbulkan tantangan etika karena kemampuannya yang superrealistik dapat disalahgunakan untuk hal-hal negatif. Karena itu, tata kelola yang baik menjadi sangat penting,” tegasnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah saat ini tengah menyiapkan Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional dan Peraturan Presiden tentang Etika AI, yang akan menjadi landasan penting bagi pengembangan teknologi AI yang berpihak pada kepentingan publik. (rls/red)


