Loading Now
×

Terbaru

Hari Ini Kajeng Kliwon: Malam Keramat di Mana Dimensi Gaib Terbuka Lebar!

Ilustrasi Rangda dan Segehan Kajeng Kliwon

Bali, dengan segala kekayaan budayanya, memiliki beragam hari suci yang sarat makna spiritual. Salah satunya adalah Hari Kajeng Kliwon, sebuah rahina yang diyakini memiliki kekuatan magis yang begitu besar bagi umat Hindu di Pulau Dewata. Dalam kepercayaan masyarakat Hindu Bali, Kajeng Kliwon adalah saat di mana energi alam semesta bertemu dalam dualitasnya, sehingga baik kekuatan positif maupun negatif menjadi lebih mudah muncul.

Kajeng Kliwon jatuh berdasarkan perhitungan kalender Bali, yakni pada pertemuan antara Tri Wara (Kajeng) dan Panca Wara (Kliwon). Masyarakat Hindu Bali sering mengidentikkan Kajeng Kliwon sebagai hari keramat yang memiliki hubungan erat dengan keberadaan kekuatan gaib. Diyakini bahwa pada malam Kajeng Kliwon, energi negatif lebih mudah muncul, bahkan hari ini dikaitkan sebagai waktu berkumpulnya para praktisi ilmu gaib, termasuk ajaran Pangliyakan yang memuja Shiva, Durga, dan Bhairawi. Ritual pemujaan ini umumnya dilakukan di tempat-tempat sakral seperti Pura Dalem, Pura Prajapati, hingga kuburan.

Dalam ajaran Hindu Bali, Hari Kajeng Kliwon juga memiliki variasi, yaitu Kajeng Kliwon Uwudan yang jatuh setelah purnama, Kajeng Kliwon Enyitan yang terjadi setelah Tilem (bulan mati), serta Kajeng Kliwon Pamelastali yang berlangsung setiap enam bulan sekali pada Minggu Wuku Watugunung. Masing-masing memiliki nilai spiritual tersendiri dan menjadi momen yang tepat untuk melakukan ritual penyucian.

Sesuai dengan petunjuk dalam Lontar Cundarigama, setiap Hari Kliwon adalah waktu untuk beryoga kepada Bhatara Siwa. Pada hari ini, umat Hindu dianjurkan untuk melakukan ritual penyucian dengan menghaturkan wangi-wangian di Pamerajan dan tempat tidur. Selain itu, segehan kepel (persembahan nasi kepal) juga harus dipersembahkan di beberapa titik utama di rumah, seperti halaman sanggah untuk Bhuta Bhucari, pekarangan rumah untuk Kala Bhucari, dan pintu gerbang rumah untuk Durga Bhucari.

Selain itu, pada hari ini, umat Hindu Bali juga menghaturkan segehan mancawarna yang terdiri dari lima warna berbeda. Persembahan ini disertai dengan tetabuhan berupa tuak atau arak berem yang diyakini dapat menenangkan energi negatif yang berkeliaran. Di atas pintu gerbang rumah, dihaturkan canang burat wangi dan canang yasa sebagai wujud penghormatan kepada Dewata.

Dalam keyakinan Hindu Bali, hari ini dipercaya sebagai waktu di mana para bhuta turun ke dunia untuk menilai apakah manusia telah menjalankan dharma agama dengan baik. Bagi mereka yang tidak melaksanakan dharma, diyakini akan lebih rentan terkena gangguan energi negatif. Oleh karena itu, ritual yang dilakukan pada hari ini bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga menjadi bentuk perlindungan diri dan keluarga dari pengaruh buruk yang dapat mengganggu keharmonisan hidup.

Perayaan Kajeng Kliwon mengajarkan umat Hindu Bali tentang pentingnya menjaga keseimbangan dalam hidup. Selain sebagai hari spiritual, hari ini uga menjadi pengingat akan kewajiban manusia untuk selalu menjaga kesucian diri, lingkungan, serta menjalankan ajaran dharma dengan penuh ketulusan. Dengan demikian, hari ini bukan hanya soal mistisisme, tetapi juga refleksi spiritual yang mendalam dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali. (red)

Post Comment

Kabar Bali Terkini